HUMANIORA

Adat Melayu Dalam Warisan Peradaban Dunia

Oleh: H Albar Sentosa Subari*

Adat Melayu dipraktekkan oleh seluruh umat Melayu merupakan salah satu warisan peradaban dunia. Adat Melayu ini telah diamalkan sekitar 2000 tahun yang lalu dalam satu wilayah kebudayaan Melayu, dan berkembang bersama sama dengan seluruh proses peradaban. Walaupun adat ini berawal puak atau suku, tetapi cahaya kehidupan ini terungkap dan terangkat oleh kewujudan kesultanan dan kerajaan Melayu yang terdapat di seluruh daerah pesisir dan tanah daratan alam Melayu.
Adat Melayu bukan hanya sekedar kebiasaan, keseragaman, istiadat, tetapi juga suatu cara hidup, suatu kebudayaan yang meliputi persoalan kefitrahan manusia dan peraturan kehidupan.
Adat Melayu berkembang dengan penuh kedimanikan sesuai dengan tuntutan kehidupan dan peradaban manusia. Adat Melayu hasil pencernaan orang Melayu terhadap kehidupan mereka yang senantiasa berinteraksi dengan alamnya, sama ada yang makro kosmik dan mikro kosmik,
Adat merupakan suatu total concept yang menyeluruh dalam kehidupan manusia, bukan sekedar suatu aspek dari kehidupan seperti difahami oleh setengah pihak, karena manusia adalah penggerak, pemikir, pelaksana dan motivator adat.
Setiap aspek kehidupan dipanggil adat.
Adat sebagai a total concept, a total way of life, berdasarkan pada hukum peraturan, hukum Tuhan, hukum alam dan hukum peraturan kehidupan.
Hukum Tuhan tidak berubah dan tidak mungkin manusia mampu mengubah seluruh kebesaran dan kekuasaan Tuhan, kecuali orang ingkar kepada Nya. Adat dan hukum alam juga manusia tidak mampu mengubah nya, lantaran hukum alam adalah suatu sunnatullah, suatu kefitrahan, seperti adat air membasahi, adat api membakar, adat matahari terbit disebelah timur, tenggelam di sebelah barat.
Hukum peraturan manusia diwujudkan lantaran untuk menegakkan keadilan dan menyatakan kebenaran, untuk menyusun dan mengatur kehidupan. Teras kepada keadilan ini ialah ” biar mati anak, jangan mati adat”, yaitu jika anak sendiri, suku, handai taulan, melakukan kesalahan-kesalahan perlu dihukum untuk menegakkan keadilan dan kebenaran demi menegakkan hukum Tuhan. Namun hukum peraturan manusia diubah oleh manusia jika manusia bermusyawarah, bermufakat untuk mencari persetujuan.
Adat. dalam kerangka asalnya bukan suatu yang semu, abstrak, tetapi konkrit dan cukup substantif untuk memenuhi tuntutan kehidupan manusia: hidup dikandung adat, mati dikandung tanah. Adat berubah lantaran perubahan kehidupan manusia, karena kehidupan manusia semakin tersusun, semakin jelas dan semakin kompleks. Setiap aspek adat seperti adat belajar sudah semakin canggih, semakin sistematis.
Maka adat yang menyeluruh telah berubah menjadi istiadat semata mata sekedar, upacara daur kehidupan. Adat beraja dan berkerajaan juga sudah berubah, sudah ada sistem pemerintahan yang berperlembagaan, didorong pula oleh birokrasi yang lebih canggih.
Raja cuma menjadi lambang perpaduan kerajaan dan abdi dalem semata.
Dengan masuknya agama Islam, adat Melayu terus dimantapkan dan adat Melayu tidak bercanggah dengan Islam, seperti tergambar dalam perkataan Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Syara’, Syara’bersendikan Kitabullah, Elemen adat yang bercanggah dengan hukum Islam dipinggirkan, sebaliknya jika tiada hukum agama, hukum adat diterima pakai.
Prinsip saling melengkapi ini digunakan: adat yang Kawi, Syara’ yang lazim ( yaitu hukum manusia seiring dengan hukum agama), adat penuh ke atas, Syara’ penuh ke bawah ( yaitu hukum manusia boleh diubah sesuai, sesuai dengan hukum agamanya musti ditaati).
Bijak pandai orang Melayu terdahulu telah berhasil merubah, melengkapi adat yang tercipta oleh manusia dengan agama (syariat Allah).
Adat Melayu sebagai warisan dunia menghadapi berbagai perubahan dalam pengamalan adat istiadat. Kemodernan pembangunan material mengubah persepsi serta pandangan dunia dari pelaku/ masyarakat adat.(**)
*Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button