HUMANIORA
Pemisahan antara alam SEIN dan alam SOLLLEN
Oleh: H Albar Sentosa Subari*
Pemisahan alam Sein dan Sollen, akan menjadi dasar untuk membenarkan keilmiahan dari ilmu hukum yang mengenai kaidah kaidah nya membantu dengan kuat tempat dan kedudukan ilmu pengetahuan hukum sebagai ilmu. Kita alami akhir akhir ini , dalam intinya menunjukkan adanya pendapat yang tidak puas dengan situasi studi hukum di negeri kita ini. Tidak puasnya terhadap studi hukum dewasa ini tidak jelas alasannya. Yang dapat dikemukakan secara lebih pasti ialah
1. Ada sementara pandangan bahwa ilmu hukum yang diberikan tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kebutuhan kita dewasa ini. Disini tercermin bahwa ketidak puasan itu ditujukan kepada materi yang diberikan dalam lingkungan ilmu hukum kita.
2. Ada sementara pandangan bahwa sarjana hukum kita tidak dapat mengikuti arus gerak pembangunan, sehingga ilmu hukumnya itu perlu diperbaharui atau ditingkatkan.
Dalam kalangan ini, maka tercermin adanya pendirian bahwa ilmu hukum yang memerlukan perubahan.
Selain kedua kelompok aliran tersebut masih ada beberapa pandangan yang tidak dapat secara tepat diajukan disini. Diantaranya misalnya ada yang mencarinya didalam kekurangan para sarjana hukum yang dalam segi ilmu logika sangat lemah .
Ada lagi yang merupakan pendapat yang hampir umum yaitu dicari nya kelemahan pada kemampuan sarjana hukum yang bersangkutan dalam soal bahasa asing. Dengan begitu sarjana hukum kita banyak yang tidak menguasai kepustakaan asing oleh karena tidak mampu dalam menanggapi sesuatu masalah hukum yang dihadapkan kepada nya pada waktu ini.
Pikiran pikiran yang semuanya ingin memajukan kemampuan ilmiah dari para sarjana hukum kita, dimana jalannya ada yang mencari pada kekurangan ilmu pengetahuan hukum sendiri di satu pihak dan dipihak lain yang melihat kepada segi orangnya yang menjadi sarjana hukum, perlu mendapat tinjauan kritis.
1. Ada sementara pandangan bahwa ilmu hukum yang diberikan tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kebutuhan kita dewasa ini. Disini tercermin bahwa ketidak puasan itu ditujukan kepada materi yang diberikan dalam lingkungan ilmu hukum kita.
2. Ada sementara pandangan bahwa sarjana hukum kita tidak dapat mengikuti arus gerak pembangunan, sehingga ilmu hukumnya itu perlu diperbaharui atau ditingkatkan.
Dalam kalangan ini, maka tercermin adanya pendirian bahwa ilmu hukum yang memerlukan perubahan.
Selain kedua kelompok aliran tersebut masih ada beberapa pandangan yang tidak dapat secara tepat diajukan disini. Diantaranya misalnya ada yang mencarinya didalam kekurangan para sarjana hukum yang dalam segi ilmu logika sangat lemah .
Ada lagi yang merupakan pendapat yang hampir umum yaitu dicari nya kelemahan pada kemampuan sarjana hukum yang bersangkutan dalam soal bahasa asing. Dengan begitu sarjana hukum kita banyak yang tidak menguasai kepustakaan asing oleh karena tidak mampu dalam menanggapi sesuatu masalah hukum yang dihadapkan kepada nya pada waktu ini.
Pikiran pikiran yang semuanya ingin memajukan kemampuan ilmiah dari para sarjana hukum kita, dimana jalannya ada yang mencari pada kekurangan ilmu pengetahuan hukum sendiri di satu pihak dan dipihak lain yang melihat kepada segi orangnya yang menjadi sarjana hukum, perlu mendapat tinjauan kritis.
Salah satu pemikiran adalah sebagai mana dikembangkan oleh falsafah positivisme untuk kembali kepada studi ilmu hukum positif. Conte mengatakan bahwa soal hukum sebagai soal kemasyarakatan manusia harus pula diselesaikan dengan pengamatan kejadian masyarakat secara cermat, kemudian menyusun hipotesis dan mengadakan verifikasinya melalui experimen serta dari itu baru ada kesimpulan yang menjelaskan dengan pasti menurut hukum sebab akibat.
Di sinilah letaknya antara alam Sein dan Sollen, yang dalam bahasa indahnya akan mencapai Keadilan.
Di sinilah letaknya antara alam Sein dan Sollen, yang dalam bahasa indahnya akan mencapai Keadilan.
Kritik Terhadap Ilmu Hukum.
Kritik Terhadap Ilmu Hukum di abad ke XIX , antara lain adalah dari von Kirchman, dalam tulisan nya Die Werthlogisigkeit der Jurisprudenz als Wissenschaft, dari tahun 1848. Diantara dalil yang dikemukakan nya tentang tidak bermutu nya ilmu hukum sebagai ilmu pengetahuan ialah
Pertama kenyataan dalam praktek hukum di dalam masyarakat, yang membawa pada impopularitas ilmu hukum itu sendiri. Kenyataan dalam praktek tersebut ialah dalam hal peradilan. Disitu berapa banyak jumlah undang undang yang ada dalam masyarakat, tetapi masih juga ada kekosongan kekosongan dalam undang undang. Berapa jumlah pegawai pegawai yang bertugas dalam peradilan, akan tetapi bagaimana lambat nya perkara di dalam peradilan untuk mendapatkan hukumnya. Juga betapa hebatnya telah ada studi dan kesarjanaan dalam bidang hukum, tetapi juga betapa masih hebatnya ketidakpastian dan simpang siur teori dengan praktek dalam hukum. Itu semua adalah sekedar dari alam kenyataan praktek hukum.
Lebih dari itu ialah alasan berikutnya, yaitu yang mengenai ketidak pastian, berubah ubahnya bahan ilmu hukum, artinya objek ilmu hukum. Sebagai perbandingan diajukan apa yang menjadi oljek ilmu phisika, kimia, astronomi, biologi. Ilmu ilmu itu mempunyai objek yang pasti dan tidak berubah ubah. Lain halnya dengan objek ilmu hukum. Misalnya soal lembaga hukum seperti perkawinan, keluarga, negara, hak milik, kontrak dan sebagainya terus menerus berubah. Atas penglihatan yang demikian timbul pada pertanyaan yaitu kalau kita perhatikan buku buku ilmu hukum yang begitu besar jumlahnya, maka apa sebenarnya isi dari segala uraian komentar, monografi, kumpulan kumpulan putusan dan kasus kasus. Jawabnya bilamana itu semua kita periksa dengan seksama maka sembilan persepuluh dari pada nya memuat soal kekosongan kekosongan undang undang, mengenai ketidak jelasan dari pada nya, memuat kontradiksi kontradiksi dalam dirinya. Ringkasnya memuat soal soal tidak sebenarnya undang undang, usangnya undang. Itu menunjukkan bahwa yang menjadi sasaran atau objek ilmu hukum adalah ketidakcakapan dari pembentuk undang-undang, sikap memilih satu pihak dari pembentuk undang-undang. Itu semua adalah suatu hal yang tidak menurut akal sehat. Padahal ilmu seni sekalipun tidak bersedia untuk mengabdi kepada hal semacam itu, apabila mengabdi diri untuk mempergunakan ketajaman pemikiran.
Simpulan nya adalah karena sasaran nya itu tidak dapat dicapai dengan menggunakan metode ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ilmu pengetahuan positif. Kritik yang disampaikan oleh von Kirchman itu berakhir pada awal memasuki abad ke XX yang nanti akan kita kaji selanjutnya. (**)
Kritik Terhadap Ilmu Hukum di abad ke XIX , antara lain adalah dari von Kirchman, dalam tulisan nya Die Werthlogisigkeit der Jurisprudenz als Wissenschaft, dari tahun 1848. Diantara dalil yang dikemukakan nya tentang tidak bermutu nya ilmu hukum sebagai ilmu pengetahuan ialah
Pertama kenyataan dalam praktek hukum di dalam masyarakat, yang membawa pada impopularitas ilmu hukum itu sendiri. Kenyataan dalam praktek tersebut ialah dalam hal peradilan. Disitu berapa banyak jumlah undang undang yang ada dalam masyarakat, tetapi masih juga ada kekosongan kekosongan dalam undang undang. Berapa jumlah pegawai pegawai yang bertugas dalam peradilan, akan tetapi bagaimana lambat nya perkara di dalam peradilan untuk mendapatkan hukumnya. Juga betapa hebatnya telah ada studi dan kesarjanaan dalam bidang hukum, tetapi juga betapa masih hebatnya ketidakpastian dan simpang siur teori dengan praktek dalam hukum. Itu semua adalah sekedar dari alam kenyataan praktek hukum.
Lebih dari itu ialah alasan berikutnya, yaitu yang mengenai ketidak pastian, berubah ubahnya bahan ilmu hukum, artinya objek ilmu hukum. Sebagai perbandingan diajukan apa yang menjadi oljek ilmu phisika, kimia, astronomi, biologi. Ilmu ilmu itu mempunyai objek yang pasti dan tidak berubah ubah. Lain halnya dengan objek ilmu hukum. Misalnya soal lembaga hukum seperti perkawinan, keluarga, negara, hak milik, kontrak dan sebagainya terus menerus berubah. Atas penglihatan yang demikian timbul pada pertanyaan yaitu kalau kita perhatikan buku buku ilmu hukum yang begitu besar jumlahnya, maka apa sebenarnya isi dari segala uraian komentar, monografi, kumpulan kumpulan putusan dan kasus kasus. Jawabnya bilamana itu semua kita periksa dengan seksama maka sembilan persepuluh dari pada nya memuat soal kekosongan kekosongan undang undang, mengenai ketidak jelasan dari pada nya, memuat kontradiksi kontradiksi dalam dirinya. Ringkasnya memuat soal soal tidak sebenarnya undang undang, usangnya undang. Itu menunjukkan bahwa yang menjadi sasaran atau objek ilmu hukum adalah ketidakcakapan dari pembentuk undang-undang, sikap memilih satu pihak dari pembentuk undang-undang. Itu semua adalah suatu hal yang tidak menurut akal sehat. Padahal ilmu seni sekalipun tidak bersedia untuk mengabdi kepada hal semacam itu, apabila mengabdi diri untuk mempergunakan ketajaman pemikiran.
Simpulan nya adalah karena sasaran nya itu tidak dapat dicapai dengan menggunakan metode ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ilmu pengetahuan positif. Kritik yang disampaikan oleh von Kirchman itu berakhir pada awal memasuki abad ke XX yang nanti akan kita kaji selanjutnya. (**)
*Penulis adalah ketua pembina adat Sumatera Selatan