HUMANIORA

Bahagia Itu Adalah Memberi Manfaat

Oleh: H. Albar Sentosa Subari*

Ketika disodorkan sebuah pertanyaan sederhana kepada banyak orang. Apakah bahagia Itu. Kemungkinan besar, akan ditemukan jawaban beragam. Masing masing punya persepsi dan standar sendiri tentang makna bahagia.
Orang pincang akan mengklaim bahwa bahagia bagi nya ialah memiliki kaki sempurna yang bisa dipakai berjalan layaknya kebanyakan orang. Orang kesepian akan berdalih bahwa bahagia baginya adalah terkenal dan populer. Ketika dia berjalan semua orang mengenalnya, menyapa, menyalami, mengomentarinya, bahkan hormat kepada nya. Orang miskin papa akan meyakinkan, bahwa bahagia itu ketika punya uang melimpah, mobil mewah, rumah megah. Dan seterusnya.
Tapi kata ulama bahagia itu ialah keriangan hati, kelapangan dada, ketenangan jiwa. Bahagia itu tidak dibatasi ruang dan waktu.
Bahagia itu bukan istana milik Abdul Malik bin Marwan, bukan simpanan Qarun, bukan juga rumah mewah Al Jashshash, atau cek yang dicairkan, atau kenderaan yang dibeli.
Bahagia menurut Said bin Al Musayyib, adalah pemahaman tentang Rabbnya. Menurut Al Bukhari bahagia adalah ketika bisa memasukkan hadis shahih ke dalam kitab nya. Menurut Hasan Al Bashri, ialah kejujuran. As Syafi’i, bahagia itu ialah Hukum hukum yang disimpulkan. Imam Malik, ialah kehati-hatian dalam mengeluarkan hukum. Ahmad bin Hambal, sikap waraknya. Thabit Al Bunani ketekunan ibadahnya.
Singkat kata, bahagia itu tidak dibatasi oleh semua yang berbau materi. Tidak. Rasulullah pernah hidup dalam kebersahajaan, sangat nyenyak di atas tikar, dan begitu lezat menikmati butir butir kurma. Ahmad bin Hambal pernah bahagia padahal pakaiannya penuh tambalan, makanan nya hanya roti, sepatu nya sudah berumur 17 tahun dengan tambalan dan jahitan, sekali sebulan makan daging.ibnu Taimiyah pernah berbahagia di penjara.
Jadi bahagia tidak sempit, hanya milik orang tertentu atau berada ditempat tertentu. Bahagia itu, boleh jadi ada di istana mewah dan boleh jadi ada di gubuk yang paling Reok. Bahagia bisa dirasakan oleh orang yang miskin di dunia dan bisa dirasakan oleh orang terkaya di dunia.
Orang orang saleh meyakini bahwa bahagia itu mendekat ketika tidak berbuat dosa dan istiqamah beramal saleh. Bahagia menyapa ketika dekat dengan Sang Pencipta. Bahagia itu hadir ketika bisa memberi manfaat sebanyak banyaknya kepada orang lain.
Tapi, para pembangkang dan pendosa punya persepsi lain tentang bahagia. Bahagia bagi mereka bukan menebar manfaat, tetapi menyebarkan kebohongan, fitnah, serta kerusakan di muka bumi.

Contohnya sebagai berikut.
1. Ummu Jamil. Bahagia menurut nya adalah sukses menyimpan duri di jalan yang akan dilalui oleh Rasulullah dan duri tersebut dia kumpulkan dari Padang pasir. Setiap kali dia melakukan itu, dia merasa sangat bahagia. Kebahagiaan inilah yang mendorongnya untuk selalu bangun pagi untuk mengumpulkan duri. Lalu dia letakkan di depan. pintu Muhammad sebelum beliau keluar ke Baitullah..
2. Ludovici Maracci, . Bahagia menurut nya adalah konsisten dengan menghabiskan umur 40 tahunan untuk mempelajari Al Qur’an, agar bisa menerbitkan terjemahan Al Qur’an dengan judul Bantahan Terhadap Al Qur’an.
3. Musailimah Al Kadzdzab. Bahagianya adalah berhasil mengaku ngaku sebagai nabi dan mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk membuat ayat ayat tandingan bagi Al Qur’an. Dan lain lain sebagainya perbuatan orang yang bahagia namun membuat kerusakan di muka bumi. Semoga Allah membalas sesuai dengan perbuatannya masing masing.
Hal hal seperti itu sekarang masih terjadi baik karena faktor iri dengki terhadap kesuksesan seseorang.
Rasulullah adalah orang yang paling berbahagia. Apa rahasianya. Hampir semua waktu beliau dipakai untuk berkhidmat kepada Allah, agama, dan umatnya, bahkan kepada alam. Beliau begitu bermanfaat bagi umat nya. (**)

*Penulis adalah pengamat sosial dan keagamaan di Sumatera Selatan

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button