Kodifikasi menjadi hukum tidak tertulis
Oleh: H Albar Sentosa Subari*
Prinsip kodifikasi yaitu tidak ada hukum di luar Kitab Undang Undang, sudah tidak diikuti lagi. Demikian sebaliknya bahwa idee hukum yang tidak tertulis semakin kuat menguasai baik di kalangan praktisi maupun teoritis di kalangan hukum kita. Di dalam memberlakukan dan mengadakan studi kelenaan kelenaan terhadap Kitab Undang Undang ( KUHPERDATA dan KUHPidana) sebagai undang-undang. Perhatian terutama kepada terjemahan nya, suatu hal yang dapat dikatakan telah mengubah kedudukan dari undang undang menjadi hukum tidak tertulis. Di dalam keadaan yang demikian dilupakan bahwa terjemahan yang menjadi pusat perhatian dalam praktek dan studi dalam dasarnya telah mengadakan perubahan konsep asli nya. Terjemahan tersebut telah terkena ” conceptual reform”. Di dalam reform tersebut berperan konsep konsep yang dilatar belakangi oleh nilai nilai budaya kita sendiri, tegasnya nilai nilai hukum adat. Dengan begitu maka hukum kodifikasi yang kita bicarakan, selama ini dengan perlahan lahan dan pasti telah mengalami proses adaptasi yang jauh, baik meliputi Konseptualisasi maupun sistem dokmatik nya secara sadar atau tidak.
Sebaliknya kemauan dan arah pembinaan studi ilmiah di dalam kalangan perguruan tinggi kita di bidang hukum yaitu hukum perdata dan pidana menjurus kepada kuat ke arah berbalik dengan kenyataan tersebut di atas. Studi diarahkan kepada upaya pemahaman hukum barat terutama Belanda secara lebih akurat. Suatu hal yang kini dalam rangka studi hukum positif nasional tidak dapat dibenarkan. Demikian lah jadi nya penggarapan hukum kodifikasi yang kita maksudkan pada waktu ini dilaksanakan dalam kalangan teori maupun praktek dengan cara yang tidak tertib dan tidak terencana serta tidak terarah dengan jelas, seakan akan merupakan penggarapan secara “roofbouw”. (**)
*Penulis adalah Pengamat Hukum di Sumatera Selatan