HUMANIORA

Enam Asas Pemerintahan Yang Baik

Oleh: H Albar Sentosa Subari*

Penjelasan pasal 53 ayat (2) huruf b UU no. 9 tahun 2004 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Asas Asas Umum Pemerintahan yang baik adalah; asas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas dan akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Berikut pengertian dari masing masing asas tersebut menurut pasal 3 UU nomor 28 tahun 1999.
1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara..
3. Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan rahasia negara.
4. Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggaraan Negara.
5. Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang mengutamakan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggaraan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemerintah yang bersih dan berwibawa dapat terwujud apabila pemerintah melaksanakan AAUPB sebagai pedoman bertindak.
AAUPB merupakan prinsip hukum tak tertulis yang menjadi pedoman bertindak sekali Gus menjadi tolok ukur untuk menguji keabsahan perbuatan tata usaha negara dan untuk menguji segi kebijaksanaan/ kemanfaatan perbuatan tata usaha negara.
Perlunya mengacu pada AAUPB yang bersumber pada budaya bangsa Indonesia sendiri, tidak harus sepenuhnya mengacu pada AAUPB yang bersumber dari budaya bangsa lain ( Muchsan, 2007).
Diperlukan upaya untuk menggali nilai-nilai AAUPB yang lebih sesuai dengan budaya masyarakat setempat untuk menemukan AAUPB yang selaras dan bersumber dari filsafat budaya masyarakat setempat di samping adanya kedua kriteria diatas, sehingga putusan Peradilan TUN yang dihasilkan sungguh sungguh memenuhi Pasal 28 ayat (1) UU no 4 tahun 2004 yang mengatakan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan AAUPB, sebagai hukum tidak tertulis, Lotulung, 1994, mengatakan penerimaan kaidah hukum tidak tertulis harus sesuai dengan filsafat dan budaya bangsa kita, serta mengacu pada Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan norma fundamental negara kita. Kaidah hukum tidak tertulis itu harus digali dari nilai nilai hukum yang hidup dalam masyarakat kita, meskipun memang ada beberapa adas atau kaedah yang bersifat universal misalnya asas kepastian hukum, asas persamaan, dan sebagainya yang dapat kita terima yang juga terkandung di dalam Algemeen Beginselen Van Behoorlijk Bestuur (ABBB) di Nederland, ataupun dalam Les Prinsipes Generaux du Droit Coutumier Public di Prancis, ataupun dalam The Principles of Natural Justice di negara negara Common law. (**)

*Penulis adalah pengamat hukum di Sumatera Selatan

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button