HUMANIORA

Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat (Living Law)

Oleh: H Albar Sentosa Subari*

Ehrlich, sebagai orang yang mula mula secara sadar menggunakan istilah ” living law.
Setidak tidaknya di dalam kepustakaan hukum tercatat bahwa pada tahun 1913, pada waktu terbit nya buku ” Grundlegung der Soziologie Des Rechts” diterbitkan (telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Fundamental Principles of the Sociology of law, Errluich telah memasukkan satu bab yang berjudul _ the study of the Living law ( Erlicht, 1962 dalam BPHN, 1985).
Kalimat pertama dari bab tersebut bersifat menyerang aliran dalam ilmu hukum yang menitik beratkan telaahnya pada peraturan peraturan hukum, dengan mengatakan: sebagai alasan mengapa aliran ilmu hukum yang dominan mengutamakan peraturan hukum daripada fenomena hukum yang lain sebagai sasaran penyelidikannya, adalah oleh karena aliran itu secara diam diam menganggap, bahwa semua hukum dapat diketemukan di dalam peraturan peraturan itu.( Ingat teori legisten atau positivisten, yang masih berdampak pada pasal 1 KUHP kita, peninggalan kolonial).
Kemudian akan ganti dari tellaah yang demikian itu Erlicht menyarankan agar sasaran kita pada hukum yang menguasai kehidupan itu sendiri, sekali pun tidak dirumuskan di dalam peraturan peraturan.
Sebagai sumber dari mana kita dapat menimba pengetahuan Kita tentang hukum disebarnya: dokumen dokumen hukum modern (seperti kontrak dan sebagainya), pengamatan langsung terhadap kehidupan, perdagangan, adat istiadat dan kebiasaan, serta semua bentuk asosiasi, tidak hanya yang diakui oleh hukum tetapi juga yang diabaikan oleh nya, bahkan yang tidak dibenarkan oleh hukum (ibid).
Demikian luasnya sasaran yang hendak dicakup oleh Ehrlich sehingga ada orang yang menyamakan ajaran Erlicht itu sebagai ” megalomaniac jurisprudence”.
Apabila hendak dipakai istilah para ahli sosiologi sekarang, maka Erlicht banyak menekankan pada kenyataan terhadap _Social lag” dalam kehidupan hukum, dimana peraturan peraturan hukum itu tertinggal oleh kenyataan kenyataan sosial.
Kembali ke kondisi kita saat merumuskan Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana, yang pemikiran nya sudah berlangsung lama dan sampai sekarang belum terdapat kesepakatan menjadi Undang-undang karena salah satu nya adalah masalah living law ini.
Karena harus berhadapan dengan masih kuatnya paham legisten yang tergambar dalam asas legalitas.
Prof Dr. Muladi ,SH salah satu mantan tim perumus dalam salah satu kertas kerjanya mengatakan asas legalitas yang ada dalam KUHP harus dimaknai sebagai asas legalitas terbuka. Tidak kaku apa adanya.
Karena tujuan hukum bukan semata mata kepastian hukum, tapi asas keadilan semua pihak terutama masyarakat menjadi pertimbangan penting. Sejalan dengan itu Prof. Dr. Koesnoe, SH, apa yang disampaikan oleh Prof Muladi tadi bahwa tujuan hukum kita ada dalam pembukaan UUD 1945 yang lebih dikenal dengan istilah ” RECHTSIDEE”. Bukan tujuan hukum yang selama ini kita pahami yaitu salah satu nya adalah kepastian hukum. (Teori barat). (**)

*Penulis adalah pengamat hukum di Sumatera Selatan

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button