Pandangan Fungsional Terhadap Hukum Adat
Oleh: H Albar Sentosa Subari*
Apabila kita akan melakukan pendekatan secara fungsional terhadap hukum adat, maka kita akan mencoba untuk melihat kebutuhan masyarakat mana yang dilayani oleh nya.
Dengan perkataan lain maka kehadiran hukum adat di dalam masyarakat memang melakukan pekerjaan yang dibutuhkan sebagai bagian dari bekerjanya tertib hukum seluruh.
Dalam rangka kajian yang demikian itu maka kita dapat mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
Kegunaan apakah yang ditunjukkan oleh hukum adat sekarang ini dalam rangka menyelenggarakan ketertiban.
Apabila diketahui, bahwa hukum adat itu adalah suatu nama rumpun untuk mencakup bermacam macam hukum yang berlaku secara lingkungan demi lingkungan di seluruh wilayah Indonesia ini, maka untuk menjawabnya diperlukan pula penelitian tempat demi tempat.
Di satu tempat mungkin hukum adat nya masih berfungsi dengan kuat, sedangkan di tempat lain sudah digantikan oleh alat kontrol sosial yang lain, seperti oleh hukum yang dibuat oleh negara.
Dengan menggunakan kerangka penjelasan Herman Soesang Obeng melaporkan tentang melemah nya kedudukan hukum adat, khusus nya dalam masalah penguasaan tanah.
Suatu penelitian berdasarkan jurisprudensi yang mengungkapkan keanekaragaman dalam kekuatan berlaku nya hukum adat dapat kita baca dalam tulisan Daniel S. Lev, 1962.
Penelitian Lev ini ditujukan pada keputusan Mahkamah Agung mengenai kedudukan janda dalam hukum kewarisan. Disini nampak perbedaan antara lingkungan lingkungan hukum adat di Indonesia dalam hal menerima bahwa janda itu adalah juga ahli waris.
Karena situasi lingkungan hukum adat berbeda, tidak semua pengadilan di bawahnya menerima secara mutlak, namun masih tetap melihat peradaban masyarakat dimana pengadilan itu berdomisili.
Kembali kepada masalah yang kita bicarakan, yaitu fungsi hukum adat sekarang ini di dalam masyarakat, baik kita coba untuk melakukan pendekatan secara antropologi terhadap nya, sebab hakekat dari hukum adat itu sebagai lembaga yang tumbuh secara alamiah dari dalam kandungan masyarakat itu sendiri.
Oleh sebab itu adalah suatu tindakan yang sangat sesuai dengan hakekat dari hukum adat, apabila orang juga menyelidikinya sebagai bagian dari kehidupan sehari hari dan bukannya semata mata sebagai suatu sistem kaidah kaidah.
Para ahli antropologi sangat menyukai ungkapan ungkapan yang menunjukkan betapa dekatnya dan alamiah hubungan hukum dan masyarakat itu ( Paul Bohannan, 1965).
Dengan melakukan pendekatan pendekatan seperti dari sudut antropologi ini kita akan lebih banyak membantu mengembangkan pengertian mengenai fungsi hukum adat di dalam masyarakat daripada apabila kita menekuni hukum adat hanya alasan idealisme saja.
Apalagi dewasa ini sedang dilakukan pembaharuan Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang di dalam pasal nya mengakui hukum yang hidup dalam masyarakat (pasal 2- salah satu pasal dari 14 pasal yang krusial).
Demikian juga sekarang sedang digalakkan apa yang disebut Restoratif Justice (RJ), di semua kabupaten kota yang dilakukan oleh lembaga kejaksaan dan kepolisian.
Tentu semua itu akan berhasil secara maksimal kalau dilakukan pendekatan terhadap hukum adat secara fungsional. Dengan melibatkan fungsionaris lembaga adat di setiap desa.Sehingga akan menghasilkan keputusan yang maksimal menguntungkan para pihak.
Simpulan bahwa pendekatan sistem ” fungsional ‘ dengan melibatkan hukum yang hidup dalam masyarakat, serta ilmu ilmu sosial lainnya ( sosiologis, antropologi dan psykhologis ) akan berhasil guna dan tepat guna ( Anwar Saleh), jadi bukan semata mata menggunakan ilmu hukum barat semata. Kalau tidak akan mengalami kegagalan contoh nya upaya penegakan hukum yang dilakukan dengan Restoratif Justice (RJ).(**)
- *Penulis adalah ketua pembina adat Sumatera Selatan