HUMANIORA

Makna Sebuah Komunitas Plural

Oleh: H. Albar Sentosa Subari*

Sebuah pernyataan bahwa untuk hidup bersama tidak bisa tumbuh kecuali dengan komitmen bersama.
Harus dimaknai bahwa, kebersamaan tidak bisa dijelaskan melalui sebuah piagam, kalau batin masyarakat nya tidak menerima kemajemukan itu,
Malah secara diam diam menyimpan dendam karena nuraninya menolak mengakui pluralisme sebagai suatu kenyataan.
Mungkin saja bahwa melalui ” ikrar kesetiaan”, bisa menggambarkan niat baik untuk meluhurkan kebersamaan yang secara simbolik disuarakan oleh para tokohnya, tetapi kalau di lapangan orang tetap saja saling bertentangan, tentu makna kesepahaman itu hanya berhenti sebagai slogan.
Piagam Madinah yang oleh banyak ahli disebut sebut dokumen resmi pertama dalam sejarah ketatanegaraan modern, memang layak dijadikan rujukan, tatkala kita berbicara bagaimana seharusnya sebuah komunitas plural menata diri.
Tetapi, harus disadari bahwa bangunan peradaban Madinah yang peletak batu pertamanya adalah Rasulullah Muhammad SAW, seorang manusia pilihan Tuhan dan bukan seorang pemimpin pilihan rakyat, sehingga sekecil apapun yang dikaryakan Muhammad, pasti akan tumbuh menjadi monumental. Itu bukan berarti, apa yang dilakukan Muhammad tidak bisa dilakukan pemimpin yang lain., Namun kecil kemungkinannya untuk bisa mencapai nya dengan kualitas yang sejajar.
Sungguh demikian, apa yang diikhtiarkan melalui piagam Madinah, hendaklah menjadi contoh utama bila kita mau membangun peradaban modern dengan beragam elemen masyarakat nya.Percontohan ini bukan lah secara otomatis bisa memberikan penyelesaian terbaik bagi banyak umat dalam kurun waktu yang panjang. Sebab secara fakta harus teruji di dalam implementasinya.
Itu berarti, wacana komunitas plural harus ditumbuhkan kembangkan secara terus menerus bukan saja melalui instansi instansi formal semacam P – 4, model masa lalu yang telah tiada itu, melainkan juga digerakkan melalui pencerahan kultural, misalnya, diskusi dan seminar keagamaan, pencetakan dan penerbitan buku buku agama secara sendiri sendiri juga melalui pemahaman yang benar tentang ajaran agama masing masing sehingga bisa diperoleh kesadaran yang utuh tentang agama dan keragaman. Karena orang banyak berbicara tentang pluralisme sosial belum tentu dia siap hidup bersama dalam berbagai perbedaan.
Kadang kadang, orang berbicara tangkas di depan forum forum formal tentang cara hidup bersama, tetapi dia sendiri tidak siap menjalin komunikasi yang baik di tengah komunitas sosial yang lain. Lantas masih adakah harapan kita berbicara demikian di tengah komunitas plural yang tengah goncang menghadapi pertikaian etnik dan keyakinan beragama, sementara orang orang yang berbicara tentang soal soal serupa ini tidak pernah merasakan langsung kesulitan hidup bersama dalam komunitas plural ini?. Jawaban sudah pasti tidak mudah. Tetapi kita tetap memiliki optimisme bahwa marilah kita memulai dari diri kita sendiri dengan misalnya, bergaul intens bersama mereka yang mungkin secara ideologi dan keyakinan, berjarak tajam dengan kita. Kalau hal ini bisa kita lakukan, niscaya pembicaraan kita akan didengarkan orang banyak.
Dalam piagam Madinah itu, salah satu butir nya, menyebutkan, yang bersalah, siapa pun dia, akan dituntut dan dihukum, tanpa pandang bulu. Semua yang berniat jahat, melakukan ketidakadilan, dan pelanggaran ketertiban umum, tak satu pun layak diperlukan secara istimewa, termasuk saudara sekandung dan saudara seagama.
Peristiwa di dalam perjalanan dari implementasi piagam Madinah, mengajarkan kepada kita bahwa hidup bersama dalam suatu komunitas plural, betapapun kita tidak dibenarkan untuk berprasangka buruk terhadap niat baik elemen elemen dalam masyarakat tertentu, tetapi harus diakui bahwa di dalam elemen elemen masyarakat plural itu, bisa tumbuh semacam bibit bibit ” pengkhianatan”, yang cepat atau lambat akan menjadi bom waktu bagi kehidupan bersama. Karena itu, jalan yang paling masuk akal adalah menghindari sekecil mungkin kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat tersebut agar mereka bisa tumbuh dalam kebersamaan yang berkeadilan dan adil dalam kebersamaan. Mudah mudahan demikianlah adanya. Wallahu a’lam. (**)

*Penulis adalah Koordinator JPM Sriwijaya-Sumatera Selatan

Related Articles

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button