Adat Bersandi Syara’ dan Syara’ bersandi Kitabullah
Oleh: H Albar Sentosa Subari*
Apa yang dimaksud dengan adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.
Jauh sebelum memeluk agama Islam, masyarakat Minangkabau sudah dikenal sebagai masyarakat adat. Adat yang terpakai pada waktu itu, bukan lah adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah, seperti sekarang, melainkan adat bersendi alur, alur bersendi patut dan mungkin artinya layak, senonoh baik, pantas dan selaras. Patut merupakan perkiraan keadaan, pertimbangan, rasa dan daya pikir
Adat ini telah merupakan tiang yang memperkuat berdirinya masyarakat Minangkabau pada waktu itu. Pada waktu agama Islam masuk ke Minangkabau, masyarakat merasa bahwa adat bersendi alur, alur bersendi patut dan mungkin tidak bertentangan dengan agama Islam.
Usaha usaha menyesuaikan ajaran agama Islam ke dalam tata kehidupan beradat masyarakat Minangkabau telah dimulai sejak masyarakat Minangkabau menerima ajaran Islam sebagai agama mereka, yaitu sejak berdirinya kerajaan Pagaruyung. Perkembangan agama itu mula mula secara evolusi, namun kemudian secara revolusi dengan pecahnya perang Padri.
Pada permulaan perpaduan ajaran agama Islam itu lahir pepatah adat bersendi syarak, syarak bersendi adat. Kemudian dalam musyawarah Bukit Marapalam pada zaman Pari, perpaduan adat dan agama dipertegas dengan mengatakan adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah . Inilah sampai sekarang menjadi peraturan hidup sehari hari masyarakat Minangkabau.
Seperti dikatakan pepatah adat;
Si Amat mandi ka luak
Luak Parigi paga bilah
Bilah bapilah kasadonyo
Adat bersendi syarak
Syarak bersendi kitabullah
Sanda manyanda kaduonyo
Pinang masak Bungo bakarang
Timpo manimpo salaronyo
Jatuah baserak daun sunghkai
Tiang tagak sandi datang
Kokoh mengokoh kaduonyo
Adat Jo syarak takkan bacarai.
*Penulis adalah Pengamat Hukum di Sumatera Selatan