Rasa Nasionalisme Mendorong Terbentuknya Pasirah Bond
Oleh: H Albar Sentosa Subari*
Pergerakan nasional sudah terlihat di awal awal tahun 1908, 1920, puncaknya pada tanggal 28 Oktober 1928 terkenal dengan Sumpah Pemuda.
Demikian pula di Sumatera Selatan tidak terlepas dari gerakan gerakan kemerdekaan tersebut. Yaitu melatar belakangi terbentuk Pasirah Bond. Walaupun mereka bekerja dengan cara sendiri ( co- operasi).
Pasirah Bond merupakan suatu badan konsultasi dan forum antar kepala marga di karesidenan Palembang, Lampung dan Bengkulu.
Adapun kegiatan mereka antara lain sebagai berikut:
a. Mengadakan rapat konsultasi paling sedikit setahun sekali dan jika dipandang perlu sewaktu waktu dapat diadakan rapat khusus.
b.Mengadakan kunjungan persahabatan antara kepala marga sebagai suatu upaya mendekatkan diri dan bertukar informasi tentang perkembangan adat dan budaya yang berlaku di masing masing daerah, sebagai bahan kemungkinan ditetapkan di daerah masing-masing. Kunjungan ini efektif dalam memupuk rasa kekeluargaan antara sesama Pasirah.
c. Jika ada idee dari kepala marga maka akan diteruskan kepada Ketua Pasirah Bond.
Selanjutnya minta tanggapan dari masing masing Pasirah anggota Pasirah Bond.
Diantara tuntutan mereka antara lain bahwa setiap ada keinginan pemerintah untuk mengadakan perubahan, terutama yang berhubungan dengan adat yang sudah melembaga di daerah masing-masing hendaknya Pasirah Bond diajak serta bermusyawarah.
Pada tahun 1927 atas permufakatan bersama dengan Pasirah Bond telah dilakukan beberapa perubahan terhadap Oendang Oendang Simboer Tjahaja (kompilasi Simbur Cahaya) yang merupakan perubahan beberapa redaksi dan penghapusan beberapa pasal ( hampir 40 pasal yang diubah dari terbitan kolonial tahun 1854).
Hal ini dapat kita temukan pada surat edaran Residen Palembang yang waktu itu dijabat Tideman, tanggal 14 Januari 1928 nomor 627/21.
Sehingga secara politis kewenangan demi kewenangan diambil alih oleh pejabat pemerintah kolonial, demi kepentingan penjajahan.
Simpulan bahwa terbentuk Pasirah Bond tidak lain didorong oleh suasana perubahan iklim di Nusantara karena pergerakan pergerakan nasional sudah mulai terlihat di beberapa daerah baik di Jawa maupun di luar Jawa Madura.
Di samping itu itu timbul nya kesadaran bahwa kelembagaan Marga dengan seluruh perangkat nya sengaja dibentuk kolonial dengan diformulasikan dengan keluarga IGO dan IGOB yang akhirnya dibatalkan atau dicabut oleh peraturan perundang-undangan di saat setelah merdeka. (**)
*Penulis adalah pengamat Hukum di Sumatera Selatan