Pendekatan Fungsional Terhadap Restoratif Justice
Oleh: H Albar Sentosa Subari*
Dewasa ini sedang dilakukan sosialisasi dan pembentukan lembaga yang disebut dengan Restoratif Justice oleh lembaga kejaksaan maupun kepolisian di seluruh wilayah Indonesia.
Khususnya di Sumatera Selatan sudah hampir terbentuk di semua kabupaten kota.
Apa yang dimaksudkan ” Restoratif Justice ‘ itu secara makna kita dapat rumus kan secara sederhana yaitu penyelesaian perkara di luar pengadilan.
Yang sebenarnya metoda ini sudah mendarah daging di dalam kehidupan masyarakat hukum adat, namun karena berhadapan dengan hukum tertulis posisinya tersingkirkan.
Akhir akhir ini lembaga Restoratif Justice menjadi ngetren.
Cuma pertanyaan kita apa kaitannya dengan ilmu hukum adat.
Di dalam pola pengajaran lama ilmu hukum adat menggunakan metodologi Normatif Dogmatis, seperti sekarang sudah tertinggal.
Dalam hal ini Prof.Dr. Satjipto Rahardjo,SH, mengatakan bahwa ilmu hukum adat (hukum adat) harus merobah sikap dengan melakukan pendekatan ” Fungsional” , artinya untuk menjawab apakah hukum adat tersebut masih eksis tentu dijawab dengan bantuan ilmu ilmu sosial lainnya seperti antropologi, sosiologi, psykhologis, ekonomi dan lain sebagainya. Baru dapat dikatakan menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam bahasan kita saat ini bahasan di dalam praktek Restoratif Justice itu sendiri.
Karena di dalam masyarakat hukum adat yang tersebar di Nusantara ini berbeda beda satu sama lain, di daerah tertentu hukum adatnya masih kuat, di lain tempat sudah melemah akibat dari modernisasi.
T. Bachtiar. E. Panglima Polim memaparkan hasil studinya di Aceh Besar mengenai kemerosotan dalam penghayatan kaidah kaidah hukum adat ( Bachtiar,1975).
Herman Soesang Obeng juga melaporkan tentang melemahnya kedudukan hukum adat, khusus nya masalah penguasaan tanah.
Hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Timur itu menunjukkan, bahwa faktor faktor yang menyebabkan melemahnya hukum adat itu adalah perkembangan lalu lintas ekonomi uang dan pengaruh administrasi pemerintahan.
Pembukaan diri terhadap atau pelibatan diri dengan ekonomi uang menyebabkan semakin berkembangnya individualisme, sedangkan birokratisasi dari pemerintahan sampai ke desa desa melemahnya wibawa masyarakat hukum (Herman, 1975).
Simpulan bahwa Restoratif Justice akan maksimal kalau:
1. Berubahnya pola pendekatan terhadap hukum adat dari pola lama yaitu Normatif Dogmatis, menjadi Pendekatan Fungsional artinya menggunakan ilmu ilmu yang mendukung ilmu hukum (Soerjono Soekanto) antara lain antropologi sosiologi psykhologis, ekonomi dan lain sebagainya.
3. Restoratif Justice tidak semata mata menggunakan pendekatan pidana berdasarkan ilmu hukum barat yang kita kenal selama ini.
4. Restoratif Justice tentu akan maksimal bila melibatkan tokoh/lembaga adat yang ada di wilayahnya.
5. Semua ini harus dilakukan kerja sama antara pihak pihak yang berkepentingan ( individu, keluarga dan komunitas serta aparat penegak hukum). Salah satunya membuat kesepakatan ataupun dasar dasar hukumnya sehingga tidak terjadi multi fungsi dan multi tafsir.
Tidak kalah penting meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mengelolanya terutama tokoh serta kelembagaan adat di masing masing kelompok masyarakat. Tentu peranan perguruan tinggi negeri maupun swasta akan lebih berperan dengan mendirikan Pusat Studi ilmu (hukum) adat, terutama di kabupaten kota. (**)
*Penulis adalah ketua pembina adat Sumatera Selatan