HUMANIORA

Tempuh Jalan Damai

Oleh: H Albar Sentosa Subari*

Membaca berita pagi ini berjudul Tempuh Jalan Damai. Dimana keluarga Ar, Perawat DN dan Rumah Sakit berdamai. Sebagai pengamat hukum dan juga sebagai ketua pembina adat Sumatera Selatan mengucapkan syukur Alhamdulillah semua permasalahan dapat diselesaikan secara perdamaian diantara mereka. Ini merupakan fakta bahwa nilai nilai budaya dan kemanusiaan tetap dijunjung tinggi di masyarakat kita dewasa’ini.
Bersumber dari kuasa hukum keluarga Ar dan kuasa hukum perawat DN, mereka telah menandatangani surat perdamaian dan tidak akan melanjutkan di jalur hukum lagi telah dilakukan pada hari Jumat kemarin.
Dan Senin menurut kuasa hukum Ar akan dilakukan Restoratif Justice oleh kepolisian kota Palembang.
Sesuai dengan tujuan hukum untuk mencapai keadilan bagi para pihak, dan mengembalikan keseimbangan dalam masyarakat sebagai filosofi hukum adat. Restoratif Justice memang akhir akhir ini sedang digiatkan oleh intansi kepolisian maupun kejaksaan.
Di Sumatera Selatan hampir seluruh kota kabupaten sudah dilembagakan.
Restoratif Justice dalam konsep hukum adat itu sudah lama menjadi tradisi nenek moyang kita dahulu. Karena filosofi masyarakat hukum adat di Nusantara ini adalah bertujuan untuk mengembalikan ke seimbang yang telah terganggu akibat suatu insiden di dalam masyarakat.
Tentu tujuan nya adalah kedamaian dan keharmonisan masyarakat yang utama sebagai komponen suatu komunitas.
Hal di atas tentu tidak terlepas dari ciri ciri masyarakat hukum adat yaitu religius magis, bahwa sebagai manusia kita adalah mahluk ciptaan Nya yang semuanya kehendak Allah sebagai suatu ujian bersama, baik melalui ujian kesenangan maupun ujian kesusahan atau musibah. Tentu harus dihadapi dengan rasa syukur kalau itu kenikmatan yang diberi Nya atau pun juga kesabaran kalau itu musibah.
Prof. Dr. Koesno menggunakan istilah Tata Tenram Karta Raharja.
Hidup yang rukum aman dan sejahtera lahir dan batin.
Dengan demikian tidak terlepas dari Hablumminallah dan hablumminannas. Nilai nilai budaya yang hidup dalam masyarakat di dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana Nasional diakui adanya.
Yang dalam bahasa Prof. Dr. Muladi ,SH bahwa telah terjadi pergeseran makna asas legalitas dalam pasal 1 KUHP dari legalitas tertutup menjadi legalitas terbuka, karena yang dicapai dalam tujuan hukum bukan saja unsur kepastian hukum, tapi juga kemanfaatan dan keadilan.
Dalam bahasa lain tertuang dalam pembukaan UUD dengan istilah Rechs idee (cita hukum ) yaitu antara lain mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Disinilah letak fungsi dari tokoh tokoh adat untuk aktif melestarikan nilai-nilai budaya yang relevan dapat diangkat menjadi hukum positif tertulis.
Karena hukum adat juga adalah hukum positif yang tidak tertulis, sehingga kalau ada pendapat yang mengatakan bahwa hukum adat bukan hukum positif dan ini memang masih banyak berkembang di masyarakat umumnya dan di perguruan tinggi khususnya.
Secara jelas keberadaan hukum adat diakui secara konstitusional Pasal 18 B ayat 2.
Negara mengakui kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat tentu makna nya termasuk lembaga perdamaian adat yang sekarang populer dengan istilah Restoratif Justice.

Selain ciri religius magis, juga hukum adat bersifat kongkrit, artinya suatu peristiwa harus dimusyawarahkan dengan pimpinan adat dalam hal ini pihak yang terlibat adalah kepolisian yang akan melanjutkan dalam tindakan Restoratif Justice serta dilakukan secara nyata yaitu bahasa sekarang adalah adanya kesepakatan yang tertulis yaitu akta perdamaian yang merupakan suatu unsur yang harus dipenuhi dalam rangka Restoratif Justice tadi. (**)

*Penulis adalah Pengamat hukum di Sumatera Selatan

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button