HUMANIORA

Dicari: Hakim Yang Berjiwa Hakim

Oleh: H Albar Sentosa Subari*

Seorang hakim yang benar benar menjiwai tugas nya adalah mereka yang menjadi hakim karena panggilan jiwanya dan bukan karena sekedar untuk menghindari diri dari ketiadaan kerja.
Kewibawaan Hakim sepenuhnya terletak dari sikap mental hakim dan kebijaksanaan dalam menghadapi setiap pencari keadilan harus diimbangi dengan kepatuhan akan norma norma hukum yang berlaku.
Apabila hakim dalam tindakan nya lebih menunjukkan kekuasaan nya dengan mengikuti seleranya sendiri maka keputusan keputusannya tidak akan mencerminkan keinginan untuk menegakkan hukum yang berlandaskan keadilan dan kebenaran.
Kita harus merasa prihatin dan apalagi tindakan Hakim itu acapkali didalihkan dengan memiliki kebebasan dalam menentukan pendirian nya
Kebebasan hakim bukan merupakan kebebasan tanpa batas, melainkan kebebasan yang diikat oleh tanggung jawab untuk menciptakan hukum yang sesuai dengan Pancasila dan perasaan keadilan masyarakat.
Sesungguhnya jika hakim mau mentaati kode etiknya maka sedikit banyaknya akan memberikan kesempatan untuk memikirkan kebenaran sikapnya dari kemungkinan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
Bukanlah suatu hal yang mustahil bahwa banyak oknum hakim yang tidak mengenal dan malah belum tahu akan isidari kode etik hakim itu sendiri, dan apalagi dihayatinya.
Memang benar bahwa pengadilan yang berwibawa tidak timbul dengan sendirinya tapi kewibawaan tersebut tumbuh melalui suatu proses dan setelah terbukti oleh masyarakat bahwa kita mampu bekerja sebagai hakim yang benar benar berjiwa hakim, cakap menangani tiap persoalan yang menyangkut peradilan dan beritikad sungguh sungguh mengabdi kepada kepentingan masyarakat.
Menjadi pertanyaan, mengapa sementara oknum hakim melakukan perbuatan yang tidak lurus itu dengan tidak mengindahkan kode etiknya serta mission dari profesinya?.
Selain mental dan sikap hakim, kita tidak dapat mengabaikan pengaruh lingkungan dimana hakim hidup dan berada. Kebiasaan masyarakat yang cenderung ingin menyelesaikan tiap masalah dengan tidak melalui prosedur yang berlaku memberikan peluang hukum yang yang bernama oknum hakim untuk melakukan kebijaksanaan yang bertentangan dengan hukum.
Hal ini nampaknya sudah hampir membudaya dan oknum hakim tidak selalu mampu untuk mengelakkan diri dari keterlibatan perbuatan yang tidak terpuji itu, apalagi itu banyak dorongan dari unsur non hukum, terutama kekuasaan atau kekuatan yang sulit untuk dihindari.
Hakim yang sesuai dengan jiwanya harus mandiri dalam kenyataannya masih harus berjuang melawan birokrasi bila menuntut dan memperjuangkan kepentingan nya.
Sebaliknya kaum birokrasi menganggap hakim sebagai objek yang bisa memberikan keuntungan dan kemudahan sehingga terjalinlah suatu lingkaran setan yang saling tindih menindih.
Untuk mencegah pudarnya kewibawaan hakim maka dari masyarakat diminta untuk tetap memberikan social kontrol yang korektif dan konstruktif.
Dimanakah hakim hakim yang berjiwa hakim?
Sebenarnya mereka berada dalam sisi yang gelap dengan kesendiriannya yang terasing ( sekalipun masyarakat mengaguminya), dan berada di luar jangkauan pengamatan objektif.
Karena itu tidak lah adil menyudutkan hakim yang dianggap tidak melaksanakan hukum dengan baik tanpa memberi penilaian yang jujur dipandang dari situasi masa kini, sebab tidak terlepas dari tanggung jawab pemerintah yang nyatanya belum mampu membina suatu kehidupan sosial ekonomi yang normal, di samping masih adanya sikap sementara anggota masyarakat yang suka mengingkari aturan aturan hukum yang dengan berbagai cara berusaha mempengaruhi moral para pelaksana hukum. (**)

*Penulis adalah pengamat hukum di Sumatera Selatan

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button